Sering satu dua kali saya mendengar teman berkomentar. Ketika memanyakan kepada kami :"Putranya sekolah dimana?", lantas kami menjawab :"Anak-anak kami di Pondok". Lantas dikomentari :" Apa tidak sayang, putranya pinter-pinter kok dimasukkan pondok". Biasanya kami tidak langsung menjawab. Tetapi kemudian kami mencoba membangun argumentasi kenapa anak-anak kami, kami serahkan ke Pondok. ALFA, anak pertama kami di Pondok Gontor- 1 Ponorogo, dan FATMA anak kedua kami di Gontor Putri-3 Ngawi. Alhamdulillah ALFA saat ini sudah tingkat akhir tinggal menunggu ujian. Kami bersyukur dan terharu melihat perkembangan ALFA, yang ketika kecil nakal, tidak mandiri. Sekarang nampak dewasa dan mandiri. Kami merasa semua itu berkat tempaan pondok yang super ketat, sarapan cuma sama sambel, ketemu lauk cukup seminggu sekali. Masjid GOntor I ini menjadi kenangan buat ALFA ...
FATMA, juga alhamdulillah sudah krasan. Masuk pondok karena kemauan sendiri. Bahkan kami sebenarnya cukup sedih ketika harus berpisah setelah lulus SD. Terasa waktu berlalu begitu cepat... . Sekarang sudah hampir selesai klas 3. Pernah suatu waktu tidak krasan dan minta keluar. Ketika kami tanya alasannya karena ingin jadi Dokter, dan di Pondok tidak memberikan bekal untuk jadi dokter. Lalu kami bujuk dan saya ceritakan kisah anak putri teman saya yang keluar dari pondok kerana ingin jadi dokter, dan setelah keluar pondok, pindah SMA, setelah lulus SMA ternyata juga tidak dapat masuk Fakultas Kedokteran. Saya yakinkan bahwa Allah yang akan mengatur segalanya. Kalau memang ingin jadi Dokter, insya Allah, Pondok bukan halangan...Alhamdulillah FATMA dapat menerima argumen kami, dan sekarang sduah mulai enjoy lagi..
Saya cukup paham, bahwa kebanyakan kita menganggap pondok bukan pilihan masa depan yang baik, terutama untuk karir hidup seseorang. Bagi kebanyakan masyarakat, termasuk muslim, pilihan terbaik adalah, SMP favorit, SMA favorit dan Perguruan Tinggi favorit dengan jurusan favorit semacam KEDOKTERAN, TEKNIK, EKONOMI, PSIKOLOGI atau FARMASI. Alhamdulillah kami tidak lagi berprinsip seperti itu. Sederhana saja argumennya, sebuah hadtis : "Kejarlah urusan akheratmu maka insya Allah urusan dunia akan mengikuti". Aplikasi kami perdalam ilmu agama dengan benar, maka masalah kehidupan nanti serahkan kepada Allah. Mungkin bagi sebagian orang ini argumen konyol. Tetapi perjalana hidup saya dan istri telah mengajarkan keyakinan seperti itu. Saya bilang sama istri, "saya ingin anak-anak masuk pondok bukan karena saya paksa. Saya ingin anak-anak memahami agama dan berjuang untuk agama ini dengan pemahaman yang tinggi. Saya tidak terlau peduli akan jadi apa anak-anak saya nanti. Dokter, Insinyur, Guru, atau profesi apapun... yang penting mereka ikut memperjuangakan agama ini..." demikian prinsip saya. Kalau menuruti perasaan maunya anak-anak tetap bisa berkumpul, selama mungkin. Sedih menahan kangen... Tetapi dengan keyakinan justru dengan anak-anak jauh setiap saat kami berdoa untuk mereka. Dan saya yakin mereka berdoa untuk kami. Lain dan belum tentu itu terjadi ketika mereka anak-anak selalu bersama kita.........Ya Allah semoga Engkau menjaga mereka dimanapun mereka berada. Amin!
memang tidak mudah membangun emage pesantren di masyarakat, karena pesantrean di mata mereka adalah lembaga yang kumuh, tradisionil, kolot, dan alumninya tidak bisa menciptakan lapangan kerja. oleh karena itu, kami juga berusaha membangun ke arah pencitraan positif tentang pesantren. mari kita buktikan bahwa pesantren harus hidup bersih, disiplin, dan menciptakan santrinya krreatif. semoga pesantrean ke depan menjadi lembaga pendidikan alternatif yg akan dikejar oleh orang tua murid karena melahirkan generasi sukses dunia akhirat. hormat kami
ReplyDeletepesantren alburuj Jepara. www.ponpes-alburuj.com
wassalam
Maaf,, skranga anak anak sudah lulus kah??
ReplyDeleteYg pengen jadi Dokter,, Pak?!