Tuesday, February 22, 2011

Mengenal Sang DIktator

Siapakah Qadafi Sebenarnya?

Qadafi menjadi pemimpin Libya lewat kudeta militer terhadap Raja Idris pada tahun 1969. Rezim baru Libya dipimpin oleh Dewan Komando Revolusi yang membubarkan sistem monarki dan memproklamasikan Negara Republik Arab yang baru. Kolonel Muammar Qadafi menjadi pimpinan Dewan Komando Revolusi yang secara defakto sekaligus sebagai pempimpin negara Libya.

Sejak mengambil-alih kekuasaan pada 1969 lewat kudeta militer, Kolonel Muammar Qadafi telah membentuk sistem politiknya sendiri, yang diklaimnya sebagai gabungan dari sosialisme dan Islam, yang disebut oleh Qadafi sebagai Teori Internasional Ketiga (The Third International Theory). Qadafi membentuk dirinya sebagai pemimpin Revolusi. Selama tahun 1970-an sampai 80-an

Karena kegagalan nasionalisme Arab, Qadafi kemudian mengubah nama negaranya menjadi Great Socialist People’s Libyan Arab Jamahariya atau al-Jumahariyah al-‘Arabiyyah al-Libiyah as-Shabiyah al-Ishtirakiyyah al-Uzma. Qadafi mengklaim negaranya sebagai Negara Jamahariya (Negara Rakyat). Akan tetapi, ini hanya secara teori, yang menyatakan diperintah oleh rakyat lewat dewan lokal. Faktanya, Libya adalah negara diktator militer.

Memberangus Gerakan Islam

Qadafi selama ini senantiasa memberangus aktivitas keislamanan yang mengancamnya dengan berbagai cara; antara lain lewat eksekusi, penghancuran rumah, dan hukuman massal. Dia sendiri pernah memiliki hari istimewa untuk menggantung mahasiswa yang dianggapnya melawan dirinya di dalam kampus, yakni setiap tanggal 7 bulan April setiap tahunnya.

Anggapan bahwa Qadafi merupakan cerminan perlawanan ideologi Islam jelas sangat keliru. Qadafi sesungguhnya tidak lebih daripada penganut ideologi sosialisme yang tampak jelas dalam “kitab suci”-nya, Kitab Hijau. Namun demikian, sama seperti pemimpin-pemimpin sosialis Arab lainnya, Qadafi memanipulasi Islam untuk mendapat dukungan dari rakyat Libya yang mayoritas Muslim. Memang, banyak retorika-retorika Qadafi yang sepertinya sejalan dengan Islam. Namun demikian, Buku Hijau-nya membuktikan bahwa dia tidak lebih daripada seorang sosialis.

Dia berusaha menggabung-gabungkan ide Islam dengan sosialisme, namun hasilnya adalah tetap saja ide sosialisme yang bertentangan dengan Islam. Bahkan, Qadafi banyak melakukan pembantaian terhadap aktivis Islam yang dia anggap mengancam kedudukannya.

Pada awalnya, sangat kentara Qadafi ingin mendapat dukungan dari umat Islam dan para ulama. Tampak dari kata-katanya yang cukup populer pada saat itu, “Wahai rakyat, koyak-koyaklah semua buku impor yang tidak sesuai dengan (nilai-nilai) peninggalan Arab dan Islam, sosialisme, dan kemajuan.”

Untuk menampakkan citra Islamnya, Qadafi memberangus seluruh peninggalan kolonial Kristen Eropa di Libya; gereja-gereja ditutup, aktivitas misionaris dilarang, serta basis-basis militer Amerika dan Inggris ditutup. Qadafi juga menerapkan sebagian hukum Islam seperti melarang meminum alkohol dan penutupan kelab-kelab malam.

Pemikiran sosialisme lebih tampak pada saat dia menerbitkan Buku Hijau. Buku ini tidak jauh berbeda dengan Buku Merah-nya Mao Tse-tung. Buku ini sendiri terdiri dari tiga jilid: The Solution to The Problem of Democracy (1975); The Solution of The Economic Problem: Socialism (1977); dan Social Basis of The Third International Theory (1979). Qadafi kemudian menjadikan buku ini sebagai bacaan wajib bagi rakyat Libya yang diajarkan di sekolah-sekolah.

Qadafi sering mengatakan bahwa bukunya itu didasarkan pada nilai-nilai Islam. Bahkan, dia menyatakan bahwa kaum Muslim harus berpegang teguh pada al-Quran. Padahal, bukunya itu justru memberikan pemecahan yang tidak sesuai dengan Islam. Dalam politik, ia memberikan solusi demokrasi, padahal ide demokrasi yang mendasarkan diri pada kedaulatan rakyat bertentangan dengan Islam. Qadafi sendiri, dalam praktiknya, adalah seorang diktator. Sementara itu, dalam ekonomi, jusru dia memberikan solusi sosialisme yang bertentangan dengan Islam.

Ide-ide ganjilnya semakin tampak. Untuk membenarkan penafsirannya terhadap Islam, dia mengatakan bahwa setiap orang berhak untuk menafsirkan Islam. Atas dasar ini, secara bebas (liberal) dia menafsirkan Islam seenaknya. Qadafi membatasi al-Quran hanya pada masalah individual, sementara dalam masalah sosial, ‘kitab suci’-nya adalah Buku Hijau.

Dia juga menyampingkan hukum-hukum syariat yang dikatakannya sebagai ide-ide tradisional. Qadafi juga menolak keotentikan dan kekuatan yang mengikat dari Hadis Nabi saw., mengubah penanggalan Islam, menyatakan berhaji ke Makkah tidak wajib, dan menyamakan zakat dengan jaminan sosial. Zakat kemudian dia anggap bisa diubah-ubah dan bervariasi. Dia juga mengharamkan kepemilikan individu.

Tidak berhenti sampai di sana, Qadafi membentuk komite-komite rakyat untuk mengambil-alih masjid-masjid yang dia katakan tradisionalis. Tidak sedikit ulama ataupun pejuang Islam yang menentang ide-idenya kemudian dia bunuh dan dipenjarakan. Jangankan dengan Islam, dengan Buku Hijau-nya saja, yang mengatakan pengakuan terhadap kebebasan beragama dan demokrasi, Qadafi tidak menjalankannya.

Ide kufur Qadafi yang lain yang dia lontarkan dalam pertemuan Arab (Arab Summit) pada April 2001 adalah meremehkan perjuangan al-Quds dan al-Aqsa yang penting. Pengarang Buku Hijau ini mencela negara-negara Arab yang terobsesi untuk membebaskan al-Quds dari penjajahan Israel. Dia berkata, “Kalian memecahkan masalah ini atau kalian tidak, itu hanyalah sebuah masjid dan saya bisa berdoa di mana pun. Tidaklah begitu penting di mana kita tinggal…Itu (al-Quds) juga merupakan tempat suci bagi Yahudi.”

Qadafi, selama lebih dari empat dekade pemerintahannya, menjadi salah seorang tiran yang paling refpresif di dunia Muslim. Ia terkenal telah menyiksa siapa saja yang menyerukan Islam, ia pernah menggantung delegasi yang dikirim oleh gerakan Islam, Hizbut Tahrir ketika mereka meyakinkannya untuk menjauhi dari pandangannya yang kufur karena menolak sunnah/hadits.

Setelah pertemuan itu Hizbut Tahrir menerbitkan Komunike Hizbut Tahrir (1978) yang isinya mengkritik pandangan Qadafi yang ganjil yang menolak as Sunnah. Setelah pembagian komunike tersebut, Qadafi memerintahkan kaki tangannya untuk menggantung aktifis Hizbut Tahrir di kampusnya .

Alat Kolonial Barat

Ada pola umum yang digunakan oleh Barat dalam mencengkeram Dunia Islam. Diantaranya adalah menciptakan penguasa-penguasa boneka yang memerintah negeri Islam. Penguasa ini kemudian diberikan dua orientasi: Pertama, secara terbuka menunjukkan ketertundukannya kepada Barat. Contoh pemimpin seperti ini adalah Pemimpin Mesir, Arab Saudi, Kuwait, dan negeri-negeri Islam lain. Kedua, dikesankan anti-Barat namun sebenarnya merupakan agen Barat. Contoh pemimpin seperti ini adalah Saddam Hussein dan Muammar Qadafi. Barat tentu saja berharap, sikap anti-Barat di Dunia Islam bisa disalurkan lewat kepemimpinan agen-agennya ini. Sebab, kalau sikap anti-Barat dipimpin oleh pemimpin yang benar, yakni pemimpin Islam yang sejati, hal itu akan membahayakan kedudukan Barat sendiri.

Tidak aneh jika Barat memelihara orang-orang seperti Saddam Hussein dan Muammar Qadafi. Dua tipe agen Barat inilah yang menjadi media imperialisme Barat dan pembunuhan terhadap kaum Muslim. Sebentar lagi, bisa jadi kita menyaksikan serangan AS terhadap Irak. Alasannya adalah untuk menggusur pemimpin yang diktator. Padahal, Saddam Hussein, demikian juga Muammar Qadafi, adalah bentukan Barat. Walhasil, penguasa boneka semacam ini telah menjadi alat imperialisme Barat atas Dunia Islam. Dan ketika tidak dibutuhkankan lagi pemimpin pengkhianat umat seperti ini akan dicampakkan oleh Tuan Imperialis nya sendiri. [Abu Fatih ]
SUmber : http://hizbut-tahrir.or.id/2011/02/22/siapakah-khadafi-sebenarnya/

No comments:

Post a Comment